Tuesday, August 22, 2017

Oportunis

Tempo hari, saya ke Tanjung Duren. Karena berangkatnya dari Meruya, maka lewatlah saya di pinggir jalan tol. Jalan Arjuna Utara itu. Tol Kebun Jeruk sendiri yang ke arah Tomang, sebagaimana biasanya, lumayan padat cenderung merayap.

Lewat depan kantor pajak, terdengar sirene dan suara klakson dari arah belakang. Ternyata dari dalam tol. Saya melihat sebuah SUV besar berwarna hitam lengkap dengan lampu rotary biru di atasnya, sedang berusaha membongkar antrian kendaraan yang ada di depannya. Mobil itu tak henti-hentinya membunyikan klakson yang suaranya mirip dengan klakson mobil polisi itu. Saya melihat platnya: hitam. Biasa. Bukan nomor plat istimewa.

Sebuah truk besar menyingkir dengan susah payah karena keributan itu. Begitu juga ketika jalurnya terhalang dengan dua buah bus kota. Ketika mobil-mobil besar itu berhasil dilewatinya, SUV hitam yang berisik itu kembali dihadang dengan mobil lain: sebuah hatchback yang dikendarai seorang perempuan.

Tanpa ampun, SUV hitam itu memberondong hatchback itu dengan suara sirine dan klaksonnya yang terdengar mencolok siang itu. Dari seberang kedua mobil itu, saya melihat siluet perempuan yang sepertinya terlihat gugup dengan berondongan suara itu. Perempuan yang malang, batin saya.

Andai suara sirine yang meraung itu milik mobil ambulan, maka saya akan memakluminya jika bertindak demikian. Tapi kenyataannya bukan, dan saya hanya bisa mengelus dada karenanya.

Beberapa detik kemudian, SUV hitam yang pongah itu sudah berhasil menghalau penghalang-penghalangnya. Entah sudah berapa mobil yang berhasil ia singkirkan siang itu.

Tapi ada sesuatu yang menarik perhatian saya. Di belakang SUV hitam itu, ternyata berderet mobil lain yang coba mengikuti prosesi 'babat alas' itu sembari mencari keuntungan dari kebrutalan yang terjadi di salah satu lajur tol tersebut. Di antara yang berderet itu ada mobil LCGC, mobil sejuta umat, dan sebuah mobil blind van.

Dari peristiwa itu saya jadi belajar mengenai cara kerja para oportunis. Bahwa di mana ada kesempatan (baca: pengusiran secara sewenang-wenang), maka di situ ada jalan (untuk mendapatkan keuntungan). Kasus ini juga bisa dipakai dalam konteks yang positif.

Maka benar kata Anis Matta, jebakan kepahlawanan itu biasanya menjerat sahabat-sahabat mereka sendiri. Karena sahabat pahlawan bukanlah pahlawan. Sama halnya dengan sahabat penguasa.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.