Tempo
hari, saya ke Tanjung Duren. Karena berangkatnya dari Meruya, maka
lewatlah saya di pinggir jalan tol. Jalan Arjuna Utara itu. Tol Kebun
Jeruk sendiri yang ke arah Tomang, sebagaimana biasanya, lumayan padat
cenderung merayap.
Lewat depan kantor pajak, terdengar sirene
dan suara klakson dari arah belakang. Ternyata dari dalam tol. Saya
melihat sebuah SUV besar berwarna hitam lengkap
dengan lampu rotary biru di atasnya, sedang berusaha membongkar antrian
kendaraan yang ada di depannya. Mobil itu tak henti-hentinya
membunyikan klakson yang suaranya mirip dengan klakson mobil polisi itu.
Saya melihat platnya: hitam. Biasa. Bukan nomor plat istimewa.
Sebuah truk besar menyingkir dengan susah payah karena keributan itu.
Begitu juga ketika jalurnya terhalang dengan dua buah bus kota. Ketika
mobil-mobil besar itu berhasil dilewatinya, SUV hitam yang berisik itu
kembali dihadang dengan mobil lain: sebuah hatchback yang dikendarai
seorang perempuan.
Tanpa ampun, SUV hitam itu memberondong
hatchback itu dengan suara sirine dan klaksonnya yang terdengar mencolok
siang itu. Dari seberang kedua mobil itu, saya melihat siluet perempuan
yang sepertinya terlihat gugup dengan berondongan suara itu. Perempuan
yang malang, batin saya.
Andai suara sirine yang meraung itu
milik mobil ambulan, maka saya akan memakluminya jika bertindak
demikian. Tapi kenyataannya bukan, dan saya hanya bisa mengelus dada
karenanya.
Beberapa detik kemudian, SUV hitam yang pongah itu
sudah berhasil menghalau penghalang-penghalangnya. Entah sudah berapa
mobil yang berhasil ia singkirkan siang itu.
Tapi ada sesuatu
yang menarik perhatian saya. Di belakang SUV hitam itu, ternyata
berderet mobil lain yang coba mengikuti prosesi 'babat alas' itu sembari
mencari keuntungan dari kebrutalan yang terjadi di salah satu lajur tol
tersebut. Di antara yang berderet itu ada mobil LCGC, mobil sejuta
umat, dan sebuah mobil blind van.
Dari peristiwa itu saya jadi
belajar mengenai cara kerja para oportunis. Bahwa di mana ada
kesempatan (baca: pengusiran secara sewenang-wenang), maka di situ ada
jalan (untuk mendapatkan keuntungan). Kasus ini juga bisa dipakai dalam
konteks yang positif.
Maka benar kata Anis Matta, jebakan
kepahlawanan itu biasanya menjerat sahabat-sahabat mereka sendiri.
Karena sahabat pahlawan bukanlah pahlawan. Sama halnya dengan sahabat
penguasa.
0 comments:
Post a Comment